Stunting merupakan suatu masalah gizi yang sering ditemui di dunia, terutamanya bagi negara-negara berkembang.  Dalam laporannya, UNICEF (2009) menjelaskan bahwa setidaknya sekitar 80% anak-anak di 24 negara berkembang yang berada di Asia dan Afrika menderita masalah stunting. Sementara itu, WHO pada tahun 2017 pernah melaporkan bahwa terdapat kurang lebih 155 juta balita di dunia yang terindikasi terjangkit stunting. Di Indonesia sendiri, angka stunting masih terbilang cukup tinggi walaupun terdapat penurunan beberapa tahun belakangan ini. Dikutip dari situs kemenppa ketika 2003, Indonesia memiliki angka stunting sebesar 37.2%, tahun 2018 angka tersebut turun ke 30.8%, dan mengalami penurunan ke angka 27.7% di tahun berikutnya.

Stunting sendiri dapat diartikan sebagai sebuah kondisi kekurangan gizi kronis  dalam rentang waktu cukup lama yang menyebabkan terjadinya gagal tumbuh pada anak balita sehingga pertumbuhan tinggi pada anak lebih pendek (kerdil) daripada anak seusianya atau memiliki tinggi atau panjang badan kurang dari -2.0 standar deviasi yang telah ditetapkan oleh lembaga terkait (WHO). Anak yang mengalami stunting dapat terjadi karena ketika dalam periode 1000 hari pertama pertumbuhan tidak memperoleh pengasuhan yang benar dalam mendukung perkembangan tubuh anak. Ini terjadi dimulai dari fase pra-konsepsi/sebelum terjadinya kehamilan di mana seorang calon ibu mengalami kurang gizi dan anemia dan ketika mengandung kondisinya semakin diperparah dengan asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan. Selain itu, ketika ibu yang mengandung dan membesarkan bayinya hidup dalam sanitasi yang kurang memadai maka dapat mempengaruhi tumbuh kembang si anak. Ketersediaan ASI juga sangat memengaruhi asupan gizi bayi dan memiliki dampak panjang bagi masa depannya.

Seorang anak yang mengalami stunting dapat dilihat ketika menginjak usia 2 tahun dan memiliki ciri-ciri selain tubuhnya pendek di bawah rata-rata anak-anak seusianya, tetapi memiliki ciri-ciri lain, yaitu :


Baca juga : Penuhi Asupan Gizi dan Kalori Fase Remaja


1. Ketika lahir bisa saja berat badan dan panjang badan terlihat normal, tetapi bisa terjadi keterlambatan tumbuh intra uterin yang menyebabkan tumbuh kelenjarnya tidak sempurna

2. Dalam fase pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh, yaitu 5 cm/tahun decimal

3. Kecepatan tumbuh tinggi badan kurang dari 4 cm/tahun yang disebabkan oleh adanya kemungkinan kelainan hormonal

4. Bone age (umur tulang) terlambat untuk seusianya

5. Pubertas yang seharusnya telah terjadi tidak kunjung muncul.

Sebagian besar masalah stunting merupakan non-endoktrin, yaitu genetic 37%, pubertas yang terlambat 27%, terjangkit penyakit sistemik 9%, dan hanya sekitar 5% seorang anak menderita stunting karena masalah endoktrin, yaitu kekurangan growth hormone (hormone pertumbuhan) 3%, hipotiroidism 1%, dan turner syndrome 3% yang terjadi pada anak perempuan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak dapat mengalami stunting dan faktor-faktor tersebut umumnya saling terikat antara satu dengan lainnya. Berikut ini faktor penyebab masalah stunting yang terjadi


Baca juga : Berbagai Olahan Pisang Kepok dan Manfaat Pisang Kepok bagi Kesehatan


1. Pola asuh anak yang kurang benar

Pola asuh dalam merawat anak sangat erat kaitannya dengan pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua. Pengetahuan orang tua, terutama ibu dalam perawatan, kesehatan dan, gizi anak sebelum, sesudah, dan setelah melahirkan berkaitan erat dengan pola tumbuh anak. Sebagai pembanding, sebanyak 60% anak usia 0-6 bulan tidak memperoleh ASI secara eksklusif dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI ini dapat diberikan pada bayi setelah usia bayi mencapai 6 bulan dan berperan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi yang tidak dapat disokong lagi oleh ASI dan membentuk imunitas bayi terhadap makanan dan minuman.

2. Terbatasnya layanan kesehatan yang ada

Menurut data yang diperoleh, setiap tahunnya jumlah kehadiran ibu dan anak di posyandu mengalami kemerosotan. Hal ini semakin didukung dengan fakta yang mengatakan bahwa 1 dari 3 anak pada rentang usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD. Selain itu, 2 dari 3 ibu yang hamil tidak mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai.Kebanyakan ibu juga tidak melakukan penimbangan anak ke posyandu dan banyak anak juga tidak memperoleh layanan imunisasi.

3. Asupan gizi yang kurang memadai

Harga bahan pangan yang fluktuaktif dan terbatasnya pendapatan ekonomi bagi masyarakat menengah ke bawah menjadi masalah untuk mencukupi kebutuhan gizi bagi si buah hati. Akses makanan bergizi di Indonesia yang terbatas setidaknya menyumbang sebanyak 1 dari 3 ibu hamil mengalami anemia.

4. Sulitnya akses air bersih dan sanitasi yang buruk

Miris memang, tetapi memang seperti itulah adanya. Negara yang diberkahi dengan curah hujan yang tinggi ternyata tidak berbanding lurus dengan air bersih yang tersedia bagi masyarakat, terutama ibu hamil. Hal ini didukung oleh 1 dari 3 rumah tangga belum memperoleh kesempatan akses air bersih. Sementara itu, sebanyak 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih melakukan BAB di ruang terbuka. Program yang dijalankan oleh pemerintah dengan membuat sanitasi di desa-desa semoga mampu untuk mengatasi masalah tersebut.

Seorang anak yang menderita stunting akan mempengaruhi tumbuh kembangnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek yang akan dialami oleh anak adalah terjadinya risiko mudah terserang penyakit dan kematian, terganggunya perkembangan motorik, kognitif, dan verbal, peningkatan biaya kesehatan karena anak mudah sakit, perkembangan otak yang terganggu, pertumbuhan fisik yang terhambat sehingga anak lebih kecil, dan terjadinya gangguan  metabolism anak. Sementara itu, untuk jangka panjang sendiri adalah postur tubuh yang tidak optimal ketika dewasa (lebih kecil dibanding lainnya), risiko terkena obesitas dan penyakit lainnya yang meningkat, menurunnya kesehatan reproduksi yang dapat menganggu keturunannya, terlambat mengikuti pembelajaran di sekolah dibandingkan anak seusianya, produktivitas dalam bekerja tidak optimal, dan imunitas yang menurun yang berisiko terserang berbagai penyakit.